Perjuangan Kesatupadu Selama Tiga Tahun Perjuangkan Kepemilikan Tanah Leluhur

Perjuangan Kesatupadu Selama Tiga Tahun Perjuangkan Kepemilikan Tanah Leluhur
Kesatupadu perjuangkan hak lahan/tanah leluhur masyarakat Parsingguran II.

JAKARTAINSIGHT.com | Keluarga Besar Perantau Parsingguran Dua (Kesatupadu) selama tiga tahun tak henti terus memperjuangkan status kepemilikan tanah leluhurnya. Hal ini berkaitan dengan sengketa lahan yang terjadi sejak tahun 2014 hingga 2020 lalu, dimana ketika pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) telah menjadikan tanah leluhur/adat sebagai hutan kawasan lindung dan hutan produktif.

Ketua Umum Kesatupadu, Ir. Saut Mardongan Banjarnahor, MSi, mengatakan, "Pemerintah melalui KLHK telah melakukan pengambilan lahan adat (tanah leluhur) masyarakat desa Parsingguran II yang berada di Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Tindakan ini telah melanggar dari Surat Perjanjian 15 Oktober 1963".

"Pengambilan ini dilakukan dengan dasar terbitnya Surat Keputusan No. SK.579/Menhut-II/2014 dimana dalam SK tersebut wilayah desa Parsingguran II ditunjuk menjadi Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi," ungkap Saut dalam jumpa pers di Rawamangun pada hari Minggu (26/02/2023) kemarin sore.

Jumpa pers ini juga dihadiri oleh delapan orang pengurus Kesatupadu lainnya;
1. Ir. Luhut Banjar Nahor (Sekretaris Umum Kesatupadu)
2. Marudut LUMBAN Gaol  (Ketua 2 Kesatupadu)
3. Ir. Janwar Lumban Gaol  (Penasehat Kesatupadu)
4. Drs. Jonny Banjar Nahor  (Seksi Budaya dan Silsilah Kesatupadu)
5. Nurbaya Lumban Gaol SE. SH. MH. (Seksi Perundang-undangan dan Antar Lembaga Kesatupadu)
6. Noak Banjarnahor SH  (Koord. Seksi Hukum Kesatupadu)
7. Budi Banjarnahor SH  (Seksi Hukum), dan
8. Jusper Lumban Gaol (Bendahara Kesatupadu)

 

Kronologis awal sengketa

Ir. Saut M. Banjarnahor MSi, menjelaskan awal mula tanah leluhurnya menjadi sengketa saat ini.

Diceritakan bahwa nenek moyang/leluhur masyarakat desa Parsingguran II telah mendiami tanah tersebut sejak  tahun 1750-an atau kira-kira 12 generasi terdahulu. Mereka (leluhur) telah berdomisili dan mengusahai lahan wilayah desa Parsingguran II untuk pertanian, perkebunan, dan peternakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hingga pada tahun 1963, pemerintah melalui Dinas Kehutanan telah meminta lahan kepada masyarakat Marbun Habinsaran yang terdiri atas masyarakat desa Pollung, Siriaria, Parsingguran I dan Parsingguran II agar dapat memberikan sebagian lahannya kepada pemerintah lewat Dinas Kehutanan di Ramba Nalungunan seluas ± 2.500 Ha untuk dilakukan reboisasi, yaitu penanaman pohon pinus yang bertujuan untuk menjaga kestabilan aliran Sungai Sihatunggal, sehingga tidak banjir pada waktu musim hujan dan tidak kering pada waktu musim kemarau. Lahan tersebut diserahkan oleh tokoh-tokoh masyarakat Marbun Habinsaran termasuk di dalamnya beberapa tokoh masyarakat Parsingguran II sesuai Surat Perjanjian 15 Oktober 1963.

Lebih lanjut beliau menambahkan, pada tahun 2014 Menteri Kehutanan telah menerbitkan Surat Keputusan No. SK.579/Menhut-II/2014 dimana dalam SK tersebut wilayah desa Parsingguran II ditunjuk menjadi Kawasan Hutan   Lindung dan Hutan Produksi.

Dengan ditunjuknya wilayah desa Parsingguran II menjadi kawasan hutan, maka pemerintah dalam hal ini Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup telah mengabaikan Surat Perjanjian 15 Oktober 1963, dimana pemerintah secara sepihak telah mengambil tanah masyarakat Parsingguran II dan dijadikan kawasan hutan.

Selain itu, Ir. Saut pun menjelaskan, sehubungan dengan hal tersebut, Kesatupadu mengambil langkah dengan mengajukan permohonan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia dengan surat No. 036/ KESATUPADU/XI/2021 tanggal 24 November 2021, supaya tanah leluhur masyarakat desa Parsingguran II dikeluarkan/dilepaskan dari Kawasan Hutan, dan dikembalikan kepada masyarakat Parsingguran II sebagai pewarisnya.

Sementara upaya lainnya dalam memperjuangkan tanah leluhur ini, Kasatupadu juga melayangkan surat, dalam hal ini Pemerintah telah menanggapi surat permohonan Kesatupadu yaitu: pada tanggal 4 Maret 2022 Kesatupadu sudah audiensi dengan Kantor Staf Presiden.
ke Presiden, Kesatupadu Minta Tanah Leluhur Masyarakat Desa Parsingguran II Dikembalikan.

Langkah ini ditindak-lanjuti pada tanggal 21 April 2022, Tim Terpadu Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara sudah melakukan Identifikasi dan Verifikasi ke wilayah desa Parsingguran II.

Kemudian pada tanggal 12 Juli 2022, Kantor Staf Presiden (KSP) telah mengirimkan suratnya  No. B.107 KSP/ D.2/ 07/ 2022 kepada a.l  Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Bupati Humbang Hasundutan (lampiran 1).

Selanjutnya pada tanggal 1 September 2022, Tim Kantor Staf Presiden (KSP) telah melakukan peninjauan ke lapangan untuk mengetahui kebenaran Laporan Permohonan  Kesatupadu kepada Bapak Presiden Republik Indonesia. Namun sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya.

Labih mirisnya, lanjut Banjarnahor pada tanggal 26 Desember 2022, Kantor Pertanahan Kabupaten Humbang Hasundutan telah menerbitkan beberapa Sertifikat Redistribusi Tanah (Hak atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara) bagi 39 bidang tanah di desa Parsingguran II dan sekaligus dicanangkan sebagai Kampung Reforma Agraria.

Diakhir sesi jumpa pers, Kesatupadu hanya bisa berharap pemerintah mau merevisik SK yang ada, dan terus memperjuangkan masalah sengketa tanah leluhurnya tersebut hingga bisa kembali menjadi milik masyarakat Parsingguran II, baik yang ada disana maupun perantauan.

Editor:Mika Syagi
Asian Games || jakartainsight.com
BUMN || jakartainsight.com