Meneropong Tanggung Jawab Produsen Terkait Penanganan Persoalan Sampah Multilayer

Meneropong Tanggung Jawab Produsen Terkait Penanganan Persoalan Sampah Multilayer

Mempertanyakan Tanggung Jawab Industri  Mengelola Sampah Kemasan Multilayer

JAKARTAINSIGHT.com | Soal penanggulangan permasalahaan pengelolaan sampah multilayer / palstik sachet, pihak industri / produsen diminta untuk serius bertanggung jawab. 

Berdasarkan laporan terbaru Greenpeace berjudul Throwing Away The Future: How Companies Still Have It Wrong on Plastic Pollution 'Solutions' sebanyak 855 miliar sachet terjual di pasar global pada tahun ini, dengan Asia Tenggara memegang pangsa pasar sekitar 50%. Diprediksi jumlah kemasan sachet yang terjual akan mencapai 1,3 triliun pada tahun 2027.

“Karena plastik multilayer itu sulit di daur ulang. Inisiatif penggunaan kemasan daur ulang selama ini baru datang dari masyarakat, bukan dari produsen. Yang perlu dilakukan produsen adalah bagaimana skema dan bisnis ini perlu dilakukan,” ungkap Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi saat hadir dalam kegiatan Diskusi Media Hari Peduli Sampah Nasional 2020 : Mempertanyakan Tanggung Jawab Industri Mengelola Sampah Kemasan Multilayer, Rabu (4/3), di Jakarta Selatan.

Pria yang akrab disapa Atha ini menjabarkan, 2030 sachet ini sudah harus jadi monolayer dan mendorong produsen berinvestasi dalam penggunaan daur ulang.

“Karena plastik multilayer itu sulit di daur ulang. Inisiatif penggunaan kemasan daur ulang selama ini baru datang dari masyarakat, bukan dari produsen. Yang perlu dilakukan produsen adalah bagaimana skema dan bisnis ini perlu dilakukan,” jelas Atha.

Menurut Atha, 2030 sachet ini sudah harus jadi monolayer dan mendorong produsen berinvestasi dalam penggunaan daur ulang. Karena plastik multil/ayer itu sulit di daur ulang. Inisiatif penggunaan kemasan daur ulang selama ini baru datang dari masyarakat, bukan dari produsen. Yang perlu dilakukan produsen adalah bagaimana skema dan bisnis ini perlu dilakukan”.

Yang perlu dilakukan produsen adalah bagaimana skema dan bisnis ini perlu dilakukan,”ujarnya.

Pengamat persampahan Sri Bebassari mengatakan bahwa produsen memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan sampah sachet yang mereka hasilkan.  

“Kita seharusnya mengacu pada Pasal 15 Undang-Undang nomor 18 tentang Pengelolaan Sampah. Disitu disebutkan bahwa produsen harus bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan dari produk yang mereka buat,” jelas Sri.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin), yang memiliki wewenang dalam memberi ijin produksi dinilai sebagai pihak yang seharusnya ikut bertanggung jawab. “Seharusnya, pada saat produsen meminta ijin produksi, Kemenperin harus lebih dulu meminta semacam proposal dari industri tentang rencana atau strategi setelah barang mereka dikonsumsi. Strategi ini harus bisa menjawab solusi dari persoalan potensi sampah yang akan dihasilkan produknya. Jika produsen tidak punya strategi, maka Kemenperin.Kemenperin harus menjadi garda paling depan dalam meminimalisir potensi sampah dari kemasan sachet. 

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Yogi Ikhwan dari Dinas LKH DKI Jakarta, mengatakan bahwa Pemda DKI saat ini tidak hanya menggunakan pendekatan pelarangan tetapi juga pengelolaan sampah, seperti yang telah berjalan di beberapa RW di Jakarta. 

Turut hadir dalam kesempatan tersebut diantaranya Ketua Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) Justin Wiganda serta Ketua Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Pris Polly Lengkong.

 

 

 

Editor:Mika Syagi
Asian Games || jakartainsight.com
BUMN || jakartainsight.com